BUKIT BATU DAYA YANG SERING MEMPERDAYA
Bukit batu daya adalah salah satu bukit batu ang ada di Ketapang,
disebut batu daya karena sering memperdaya padangan kita, bila kita liat
dari tempat yang berbeda maka bentuknya juga akan berbeda. Bukit ini
berdiri kokoh, bila kita berlayar dari Pontianak atau Pulau Karimata,
maka bukit batu daya ini tampak menonjol pada gugusan Gunung Palung,
karena bentuknya yang kokoh bersegi seperti gantang, yaitu takeran padi .
Bukit ini juga dikenal dengan nama bukit unta, karena bentuknya mirip
panggung unta,. Bukit ini terletak antara perbatasan Kec. Laor, Simpang
hilir dan Sukadana (kab. Ketapang) termasuk dalam kawasan Taman Nasional
Gunung Palung (TNGP).
Bukit ini terkenal terjal, dan berbatu,
seorang pemanjat tebing dari Universitas Indonesia Jakarta meninggal
karena jatuh dari bukit ini. Di kalangan pemanjat tebing (Rock climber)
bukit ini sudah begitu terkenal, sayang letaknya agak jauh dari kota
Ketapang (ibukota Kab. Ketapang). Dan fasilitas penunjang seperti hotel,
penginapan dan tranportasi belum begitu lancar kelokasi. Tetapi bagi
wisata minat khusus, hal ini tak bermasalah, karena sepanjang waktu bias
saja kita berkunjung kedaerah ini. Untuk menuju daerah ini anda dapat
melalui jalur jalan Rasau Jaya (pontianak) naik speet boat berangkat jam
9 wib, selama 3 jam sampai ke Telok Melano ibukota Kec. Simpang Hilir .
Dari Telok Melano menuju desa Perawas (desa batu barat) atau desa
matan. Dari desa ini keangkuhan gunung Bukit batu daya ini sudah
terlihat. Untuk menuju lokasi dapat menggunakan ojek sepeda motor atau
menumpang truk pengangkut kayu yang sering menuju ke lokasi ini. Apabila
menggunakan pesawat dari pontianak menuju ketapang ditempuh kurang
lebih 40 menit. Kemudian dari Ketapang menuju Melano dengan kendaraan
roda 4 (3 jam).
Kamis, 12 April 2012
MENJUAL KEAJAIBAN ALAM DI HUTAN GAMBUT
Ingat Ketapang, Kalbar benak turis luar negeri langsung pada Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) dengan habitat orangutan. Binatang dilindungi ini pun sudah dikenal seluruh dunia. Selain di TNGP yang wilayahnya meliputi Kayong Utara dan Kabupaten Ketapang, habitat orangutan justru ditemukan di kawasan gambut. Tak percaya, anda bisa buktikan sendiri dengan datang ke Ketapang, yakni kawasan gambut Desa Kuala Tolak, Kecamatan Matan Hilir Utara.
KEUNIKAN lahan gambut secara alami dapat dilihat pengunjung di tempat ini. Hamparan hutan gambut merupakan bagian kecil dari ribuan hektar lahan gambut yang ada di Ketapang. Gambut ini menghampar dari Desa Kuala Tolak-Tanjung Baik Budi-Sungai Putri-Sungai Awan-Ulak Medang-Tanjung Pasar-Pelang-Pematang Gadung-Sungai Besar. Sebagai benteng alam gambut tak hanya sebagai penyerap air, kawasan gambut merupakan habitat orangutan setelah Taman Nasional Gunung Palung (TNGP).
Kawasan gambut ini merupakan dataran rendah yang berhubungan dengan TNGP. Siklus kehidupan orangutan tak hanya berkeliaran di pegunungan. Dalam waktu tertentu, mamalia ini mencari makan di lembah yakni di kawasan gambut. Populasi orangutan di kawasan ini masih dalam penyelidikan. Jika di TNGP diperkirakan hanya tinggal sekitar 2.000-an ekor, maka diprediksi para orangutan inilah yang melakukan ”pengembaraan” di lahan gambut. Karena hamparan kehidupan di gunung dan lembah tak dapat dipisahkan satu sama lain.
Selain melihat kehidupan langsung orangutan di alam bebas, pengunjung bisa melihat sarang orangutan. Flora dan fauna di lahan basah pun bisa ditemukan di sini. Kawasan ini pun sangat cocok sebagai lokasi bird watching (pengamatan burung).
Lokasi hutan gambut di Desa Kuala Tolak berjarak sekitar 30 KM dari Kota Ketapang. Sebelum mencapai Kota Ketapang, turis bisa menggunakan pesawat dari Bandara Supadio Pontianak menuju lapangan terbang Rahadi Oesman, Ketapang. Perjalanan ditempuh sekitar 30 menit, dengan biaya sekitar Rp 500 ribu per orang. Selain menggunakan transportasi udara, mencapai Ketapang dari Kota Pontianak bisa ditempuh menggunakan kapal cepat dengan biaya sekitar Rp 200 ribu dengan perjalan sekitar enam jam.
Di Kota Ketapang, untuk mendapatkan penginapan tak terlalu sulit. Ada sejumlah hotel di pusat ibukota. Mulai dari Aston City, Hotel Perdana, Hotel Tanjung, Hotel Aorta, Hotel Anda, dan sejumlah penginapan lainnya. Demikian juga dengan jasa transportasi dan makanan, tak membuat pengunjung kesulitan mendapatkannya. Dari Kota Ketapang mencapai Desa Kuala Tolak perjalanan hanya ditempuh sekitar 30 Kilometer atau sekitar 30 menit.
Menuju lokasi wisata khusus ini harus menggunakan motor klotok dengan waktu sekitar tiga jam. Pemandu dan perahu motor itu bisa disewa seharga Rp 500 ribu, dan dapat dinaiki sekitar tujuh orang.
Di lahan basah inilah terdapat habitat aneka jenis flora dan fauna khas Kalimantan. Mulai dari Primata seperti orangutan, monyet dan buaya. Begitu juga flora seperti anggrek hitam, kayu ramin (gonystilus bancanus), kayu nyatoh (Palaquium spp), kayu punak empas atau Bengeris Kompassia (malaccensis), Punak (Tetramerista). Sejumlah pohon buah kayu rawa ini merupakan makanan bagi orangutan.
Kawasan ini juga bagian dari siklus hidup orangutan dari kawasan TNGP (Taman Nasional Gunung Palung). Hutan gambut Kuala Tolak ini bagian tak terpisahkan dari hamparan hutan gambut Ketapang seluas 70.000 hektar. Selain pernah diusulkan Forest Management Specialist Fauna Flora Indonesia (FFI) Program Ketapang, dijadikan kawasan konservasi agar bisa mencegah kerusakan hutan dan bisa menyelamatkan habitat orangutan (Pongo pygmaues wurmbii) yang saat ini populasinya sebanyak 500 - 900 ekor.
Seperti pernah disampaikan Isis Sabahudin, pada kawasan hutan menjadi habitat 118 jenis burung. Empat jenis diantaranya jenis burung endemik. Sementara satwa liar yang juga mudah dijumpai di sana adalah bekantan (Nasalis larvatus) dan lutung (Presbytis cristata).
Hamparan lahan gambut ini menjadi salah satu habitat hewan yang dilindungi seperti orangutan, buaya dan lain-lain. Habitat fauna yang dilindungi ini menjadikan lahan basah salah satu daya tarik khusus Ketapang di mata dunia internasional. Mulai dari pengamatan burung Asia Fasifik, bahkan turis asing datang ke Ketapang. Bahkan pemerintahan Jepang pernah mengirim jurnalisnya untuk mengupas keberadaan lahan basah seluas lebih kurang 70.000 hektar ini.
Masyarakat Simpang Hulu Tolak Perusahaan Kelapa Sawit
Masyarakat Kecamatan Simpang Hulu Kabupaten Ketapang,Kalimantan Barat menolak keberadaan perusahaan perkebunan sawit, yang baru beroperasi di daerah mereka, PT MAS.Masyarakat Simpang Hulu tidak ingin segala usaha kebun karet, dan hutan mereka habis dibabat berubah lahan perkebunan sawit.
“Kami melihat begitu banyak persoalan perkebunan sawit di daerah ini,dan kami masyarakat di Simpang Hulu merasakan kehadiran perusahaan sawit ini tidak akan menguntungkan masyarakat,” ujar tokoh Masyarakat Simpang Hulu, Silvanus Sulin kepada Tribun, Minggu (30/10/2011).
Masyarakat beralasan jika lahan mereka dibabat perkebunan sawit, tidak ada lagi untuk berladang, bercocok tanam, dan gundulnya hutan-hutan masyarakat yang selama ini menjadi penopang hidup mereka.
“Penghasilan masyarakat kami adalah tanaman karet, jikalau sudah
dilanda sawit, masyarakat Simpang Hulu akan susah bercocok tanam seperti sedia kala,” timpal Silvanus Sulin.
Dalam hal ini, Silvanus Sulin menegaskan, masyarakat setempat bukan menolah perusahaannya, tapi menolah jenis usahanya perkebunan sawit.
“Kami masyarakat Simpang Hulu sudah lumayan sejahtera, hal ini dibuktikan banyaknya Sarjana dari daerah kami. Kami tidak ingin,
Simpang Hulu seperti daerah-daerah lain, adanya kriminalisasi terhadap
masyarakat oleh oknum-oknum perusahaan sawit,” paparnya.
Silvanus Sulin mengimbau seluruh masyarakat di daerahnya untuk tidak mudah diiming-imingi atas kehadiran perkebunan sawit di daerah
itu.
Selain merusak alam, ia juga memohon kepada Bupati Ketapang untuk meninjau ulang kehadiran perusahaan perkebunan sawit di daerah mereka.
Lantaran orang nomor satu di Bumi Ale-ale pernah berjanji tidak akan memberikan izin perkebunan sawit lagi di daerah itu.
“Kami melihat begitu banyak persoalan perkebunan sawit di daerah ini,dan kami masyarakat di Simpang Hulu merasakan kehadiran perusahaan sawit ini tidak akan menguntungkan masyarakat,” ujar tokoh Masyarakat Simpang Hulu, Silvanus Sulin kepada Tribun, Minggu (30/10/2011).
Masyarakat beralasan jika lahan mereka dibabat perkebunan sawit, tidak ada lagi untuk berladang, bercocok tanam, dan gundulnya hutan-hutan masyarakat yang selama ini menjadi penopang hidup mereka.
“Penghasilan masyarakat kami adalah tanaman karet, jikalau sudah
dilanda sawit, masyarakat Simpang Hulu akan susah bercocok tanam seperti sedia kala,” timpal Silvanus Sulin.
Dalam hal ini, Silvanus Sulin menegaskan, masyarakat setempat bukan menolah perusahaannya, tapi menolah jenis usahanya perkebunan sawit.
“Kami masyarakat Simpang Hulu sudah lumayan sejahtera, hal ini dibuktikan banyaknya Sarjana dari daerah kami. Kami tidak ingin,
Simpang Hulu seperti daerah-daerah lain, adanya kriminalisasi terhadap
masyarakat oleh oknum-oknum perusahaan sawit,” paparnya.
Silvanus Sulin mengimbau seluruh masyarakat di daerahnya untuk tidak mudah diiming-imingi atas kehadiran perkebunan sawit di daerah
itu.
Selain merusak alam, ia juga memohon kepada Bupati Ketapang untuk meninjau ulang kehadiran perusahaan perkebunan sawit di daerah mereka.
Lantaran orang nomor satu di Bumi Ale-ale pernah berjanji tidak akan memberikan izin perkebunan sawit lagi di daerah itu.
Langganan:
Postingan (Atom)